Image of Pacarku Jatuh Dari Langit

Text

Pacarku Jatuh Dari Langit



Hidup berdua bersama adiknya. Beban yang selama ini ditanggungnya terasa semakin berat. Seharusnya dia tidak memikul tanggung jawab sebesar ini. Seharusnya mereka tidak ditinggal sendirian seperti ini. Kenyataan yang membuat hatinya semakin perih adalah kedua orang tuanya masih ada. Mereka masih hidup. Ayah dan ibunya berpisah dan memilih tinggal di tempat yang jauh. Tak satu pun yang bersedia membawa mereka. Ayahnya berada jauh di pertambangan, sedangkan ibunya sudah lama pergi tanpa kabar. Hanya ayahnya yang sering memberi kabar dan mengirim uang setiap bulan. Tapi bercakap-cakap tanpa bertatap muka dan tanpa pernah bersentuhan, pastilah terasa berbeda. Mereka harus melewati malam-malam yang dingin dan sepi di rumah ini. Hanya harapan bahwa suatu saat orangtua mereka akan kembali yang memberikan sedikit kehangatan di hati mereka.

Tapi sejak kedatangan mahluk kecil itu, Lola terlihat perubahan yang menggembirakan pada adiknya. Keceriaan Dudit kembali muncul. Wajahnya selalu terlihat cerah. Dudit jadi lebih sering tersenyum daripada hari-hari sebelumnya. Dan itulah yang terpenting untuk Lola. Dia merasa gembira saat melihat adiknya gembira. Dia merasa bisa bernafas lega saat tahu adiknya tidak bersedih lagi.

Untuk mengusir mahluk kecil itu, sebenarnya Lola merasa tak tega. Dia juga tak akan mampu melihat kesedihan adiknya jika itu benar-benar terjadi. Apalagi setelah mahluk kecil itu membuktikan dirinya tak berbahaya, setidaknya sampai detik itu. Mahluk kecil itu juga menunjukkan ‘kesetiaannya’ pada Dudit. Tapi yang membuat Lola cemas adalah dia tahu aturan dalam hidup ini. Jika ada pertemu, maka ada perpisahan. Atau lebih tepatnya, ditinggalkan. Lola sangat memahami seperti apa rasa sakit akibat ditinggalkan. Dia tak ingin adiknya mengalaminya sekali lagi.

Lola tak ingin ada ikatan perasaan antara adiknya dan mahluk itu. Karena ikatan perasaan yang kuat akan menimbulkan kepedihan pada saat perpisahaan itu tiba. Kalau itu sampai terjadi, maka yang tersisa hanyalah luka yang sulit disembuhkan. Lola bermaksud mencegahnya. Jadi, pilihannya adalah berpisah sekarang dengan resiko sakit hati yang lebih kecil serta adiknya yang kembali menjalani hari-hari yang muram. Atau menahan perpisahan itu selama mungkin sembari menghadapi ketidakpastian yang menunggunya di masa depan.

“Kakak nggak akan mengusir Agil lagi, kan?”

“Mereka punya keluarga dan punya rumah sendiri. Tempat mereka bukan di sini.”

“Tapi dia temanku. Satu-satunya yang bisa membelaku.”

“Tapi dia bukan manusia. Kamu akan jadi orang aneh kalau terus berteman dengannya. Apalagi kalau dia cuma teman yang kamu punya.”

“Tapi cuma dia yang bisa menolongku. Kalau anak-anak yang lain suka mengganggu dan memukulku. Mereka juga sering mengolok-olok aku karena nggak punya ayah dan ibu.”

“Itu tidak benar adikku sayang. Kita masih punya ayah dan ibu. Apa perlu kakak sendiri yang mengatakannya langsung pada mereka?”

“Nggak perlu. Percuma saja kalau aku nggak bisa menunjukkan ayah dan ibu di depan mereka. Mereka akan lebih sering mengolok-olok aku.” (hlm. 26)

Lola dan Dudit adalah representasi kakak beradik yang merupakan dampak dari broken home. Ayah dan ibu yang berpisah, dan ibu memiliki keluarga baru dan mengabaikan keberadaan mereka. Kemudian ada Agil dan Reva, kakak beradik, malaikat yang sedang diturunkan ke bumi untuk mengemban sebuah tugas yang tidak mudah. Dan salah satu sasarannya adalah Lola.

Butuh dua minggu untuk menyelesaikan buku yang memiliki ketebalan 624 halaman ini. Ada dua genre yang sebenarnya dibahas di sini, tidak hanya romans, tapi juga fantasi. Romans antara Lola dan Revan, sedangkan fantasi fokus ke kisah Revan dan tugasnya selama turun ke bumi.

Ada beberapa hal yang cukup menganjal. Pertama, panggilan untuk Lola dengan sebutan Ol, terdengar ganjil ya. Kemudian, penulisan kata ‘koq’ kesannya alay banget ya, harusnya kan ‘kok’. Dengan ketebalan yang melebihi 500 halaman, sebaiknya buku ini dibuat dua seri agar tidak terlalu melelahkan pembaca saat membacanya.

Di sini tidak ada tokoh yang digambarkan sempurna. Misalnya Lola, meski di awal dikisahkan sebagai pelajar yang terlihat susah saat di sekolah maupun di rumah, ternyata juga menyimpan masa lalu yang kelam. Pesan moral dari buku ini adalah bahwa apa yang kita tanam hari ini adalah apa yang akan kita tuai di kemudian hari.

Banyak kalimat favorit dalam buku ini:

Berlarilah sejauh yang kau mampu. Tapi masa lalu akan selalu mengejarmu. (hlm. 13)
Punya kekuatan tak berarti boleh menindas. (hlm. 69).
Ada banyak misteri dan keajaiban di langit yang belum terungkap oleh manusia. (hlm. 133)
Masalah membuat hidup kita lebih seru. (hlm. 142)
Tak ada orang yang mampu bertahan dan terus mencoba selain dengan ketulusan. (hlm. 154)
Pilihlah yang paling membuatmu nyaman. Dan tetaplah membuka pikiranmu kalau sewaktu-waktu ada kesadaran baru yang datang. (hlm. 183)
Keadaan selalu membaik jika kita bersabar. (hlm. 184)
Orang-orang tertentu memang memiliki keistimewaan. Indera mereka lebih tajam dibanding manusia pada umumnya. (hlm. 194)
Terkadang kehidupan memberi kita keadaan yang tidak mengenakkan. Apabila itu terjadi padamu, berpeganglah erat-erat pada mereka yang benar-benar peduli dan menyayangimu. (hlm. 255)
Masa itu akan segera tiba. Masa ketika semua hal baik datang padamu. (hlm. 297)
Bahkan di kehidupan nyata, nggak ada seorangpun yang tahu akhir cerita hidupnya. Yang terpenting adalah menikmati setiap waktu dan kesenangan yang bisa kamu raih, sebelum akhir cerita itu datang. (hlm. 328)
Jangan membuat keputusan saat pikiranmu sedang dikuasai oleh amarah. (hlm. 339)
Ada kebahagiaan yang datang, ada juga yang pergi. (hlm. 451)
Banyak juga selipan sindiran halus dalam buku ini:

Anak jaman sekarang emang perlu diajari sopan santun. (hlm. 2)
Orang yang mabuk tak bisa menimbang-nimbang tindakannya dengan benar, tindakan mereka hanya didorong oleh naluri. Sama sekali tak memikirkan akibatnya. (hlm. 2)
Buku pelajaran aja udah bikin pusing. Tapi kamu malah baca buku beginian. (hlm. 16)
Masa lebih percaya sama omongan orang lain? (hlm. 19)
Apa karena kau terlalu sering berbuat kebaikan, sehingga kau kesulitan untuk mengingat perbuatan baik yang pernah kau lakukan? (hlm. 44)
Apa kau pikir itu keren, meninggalkanku saat aku sedang bicara. (hlm. 59)
Kita semua membenci para penindas. Mentang-mentang punya kekuatan, tak berarti mereka punya hak untuk menindas yang lemah. (hlm. 79)
Orang yang punya kekuatan cenderung tergoda menggunakan kekuatannya untuk menindas orang lain. (hlm. 79)
Diberi label seperti itu masih lebih baik. Karena kalau ada labelnya, berarti kamu siap dipajang di etalase dan tinggal menunggu orang yang tertarik sama kamu. Tapi kalau kamu nggak punya label, berarti tempatmu adalah di gudang. Kamu disimpan sampai kadaluarsa. Atau dikeluarkan karena sudah berjamur. (hlm. 123)
Kamu nggak suka bercanda ya? Sepertinya kamu juga nggak menyukai masalah? (hlm. 142)
Anak muda jaman sekarang, baru kena air hujan aja udah ngancem bakalan mati kaku. (hlm. 151)
Jangan pernah berpikir kalau hidupku bergantung padamu. (hlm. 261)
Jangan biarkan diri kalian terpesona oleh tipuannya. (hlm. 343)
Tak pandai berbasa-basi. Kau menjatuhkan harapan orang tanpa ragu-ragu. Kesannya jadi agak kejam. (hlm. 465)
Itu bukan pilihan, namanya. Itu ancaman. (hlm. 518)
Benarkah orang lain yang mengubahmu jadi jahat? Kenapa mencari kambing hitam? Kau menimpakan keburukan pada orang lain demi melindungi dirimu sendiri. Bukankah kejahatan sering berawal dari pemikiran seperti itu?


Ketersediaan

4473899.221 Her p8-22Tersedia

Informasi Detail

Judul Seri
-
No. Panggil
899.221 Her p
Penerbit penerbit narasi ( anggota IKAPI ) : Yogyakarta.,
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
9786023364121
Klasifikasi
899.221
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
Cet. 1
Subjek
Info Detail Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab

Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain




Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaDetail XMLKutip ini