Soal paling besar di seluruh dunia adalah mengenali diri sendiri, ungkap Michel de Montaigne. Memang, semenjak manusia menyadari eksistensinya di dunia, upaya-upaya untukmenjelaskan siapa, apa, dan bagaimana hakikat manusia tidak pernah menemui kata memuaskan. Bahkan, perkembangan filsafat sebagai representasi dari aktivitas berpikir manusia pun diabdikan untuk mencoba menjawab pertanyaan tersebut.Mengapa usaha mengenali diri menjadi begitu penting? Sebab, pengenalan diri menjadi pintu masuk bagi realisasi diri; realisasi dari eksistensi manusia. Sementara manusia menurut paham humanisme adalah titik pusat di semesta kehidupan ini. Artinya, segala sesuatu diukur dalam perspektif mata manusia. Oleh sebab itu, secara filsufis, usaha pengenalan diri manusia adalah fondasi dari laju kehidupan dan peradaban umat manusia.Kaitannya dengan dunia pendidikan, manusia adalah subjek sekaligus objek. Proses pendidikan dimaknai sebagai usaha untuk membentuk dan menjadikan individu memiliki sifat, sikap, dan aktivitas positif—memanusiawikan manusia. Pendidikan merupakan proses yang mesti dilalui oleh individu-individu untuk menjadikan dirinya yang nature menjadi culture.Lalu, manakala pendidikan dituding gagal karena menghasilkan individu-individu korup, maka aspek mana yang salah? Inilah situasi yang terjadi di Indonesia. Kondisi bangsa dan negara yang karut-marut dengan begitu banyak persoalan dianggap sebagai imbas dari pendidikan yang rusak-rusakan. Dalam term ini, makna dari proses pendidikan dipersempit dalam lembaga dan institusi pendidikan formal, nonformal, dan informal. Apakah kesalahan ada pada mekanisme prosedural, birokrasi, aturan, atau tata laksana? Satu hal pasti yang patut disoroti adalah subjek dan objek pendidikan itu sendiri, yaitu manusia. Pendidikan berorientasi character building adalah salah satu pembahasan yang mencoba memberikan analisis dan solusi atas pendidikan rusak-rusakan dari sudut pandang manusia sebagai subjek dan objek itu sendiri.